Rabu, 07 Maret 2018

fotoperiodisme


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latarbelakang

Tumbuhan tidak bisa berbunga terlalu cepat sebelum organ-organ penunjang lainnya siap, misalnya akar dan daun lengkap. Sebaliknya tumbuhan tidak dapat berbunga dengan lambat, sehingga buahnya tidak sempurna misalnya datangnya musim dingin. Kejadian tersebut penting artinya bagi tumbuhan yang hidup di daerah 4 musim, sehingga mereka harus benar-benar dapat memanfaatkan saat yang tepat untuk melakukan perkembangaannya.Tmbuhan semusim (annual plant) harus memanfaatkan waktu diantara musim dingin.Tumbuhan dua musim (biennial plant) pada musim pertama menghasilkan organ-organ persediaan makanan di dalam tanah, dan pada musim berikutnya melakukan pertumbuhan yang di akhiri dengan pembungaan. Tumbuhan menahun (perennial plant) akan menghentikan pertumbuhan dan perkembangan (dorman) pada musim dingin, berbunga pada musim berikutnya agar cukup waktu bagi buah untuk berkembang dan matang sebelum atau di awal musim gugur
            Cahaya sangat berperan penting bagi tumbuhan. Dengan bantuan cahaya, tumbuhan dapat hidup dengan baik. Selain itu, cahaya juga sangat membantu dalam proses pertumbuhan, perkecambahan, fotosintesis dan lain-lain. Kekurangan cahaya matahari akan mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan, meskipun cahaya tergantung pada jenis tumbuhan. Selain itu kekurangan cahaya saat perkembangan berlangsung akan menimbulkan gejala etiolasi, dimana batang kecambah akan tumbuh lebih cepat namun lemah dan daunya berukuran kecil, tipis, dan berwarna pucat (tidak hijau). Semua ini terjadi karena tidak adanya cahaya yang memaksimalkan fungsi auksin.

            Stimulus lingkungan yang paling sering digunakan oleh tumbuhan untuk mendeteksi waktu dalam satu tahun adalah fotoperiode, yaitu suatu panjang relative malam dan siang. Respons fisologis terhadap fotoperiode, seperti pembungaan, disebut fotoperiodisme. Penemuan fotoperiodisme merangsang banyak sekali ahli fisiologi tanaman untuk mengadakan penyelidikan tentang proses itu lebih jauh dalam usahanya untuk menentukan mekanisme aksi. Mereka segera menemukan bahwa istilah hari pendek dan hari panjang merupakan salah kaprah (misnomer). Interupsi periode hari terang dengan interval kegelapan tidak mempunyai efek mutlak pada proses pembungaan
B.     Rumusan Masalah
1.   Apa yang dimaksud fotoperiodisme?
2.   Bagaimana mekanisme fotoperiodisme?
3.   Apa peranan fitokrom dalam fotoperiodisme?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui peranan fotoperiodisme
2.      Untuk mengetahui mekanisme fotoperiodisme
3.      Untuk megetahui peranan fitokrom dalam fotoperiodisme



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Fotoperiodisme
Fotoperiodisme respon tumbuhan terhadap lamanya penyinaran (panjang pendeknya hari) yang dapat merangsang pembungaan. Istilah fotoperodisme digunakan untuk fenomena dimana fase perkembangan tumbuhan dipengaruhi oleh lama penyinaran yang diterima oleh tumbuhan tesebut. Beberapa jenis tumbuhan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh lamanya penyinaran, terutama dengan kapan tumbuhan tersebut akan memasuki fase generatifnya, misalnya pembungaan.
            tumbuhan akan memasuki fase generatif (membentuk organ reproduktif) hanya jika tumbuhan tersebut menerima penyinaran yang panjang >14 jam dalam setiap periode sehari semalam, sebaliknya ada pula tumbuhan yang hanya akan memasuki fase generatif jika menerima penyinaran singkat <10 Jam

B.     Macam – Macam Fotoperiodisme pada Tumbuhan
Berdasarkan panjang hari, tumbuhan dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu Tumbuhan
a.       hari pendek, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran kurang dari 12 jam sehari. Tumbuhan hari pendek contohnya krisan, jagung, kedelai, anggrek, dan bunga matahari. Tanaman hari pendek adalah tanaman yang pembungaannya lebih dipengaruhi oleh panjang hari yang lebih pendek daripada panjang hari maksimum kritis dengan dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lainnya, misalnya temperature . [4]Hal ini dapat bervariasi pada masing-masing spesies dan varietas.[3][4] Tanaman hari pendek berbunga ketika panjang hari kurang dari penyinaran kritis mereka.[3] Mereka tidak dapat bunga di bawah panjang hari kritis atau jika sinyal cahaya buatan bersinar pada tanaman selama beberapa menit selama tengah malam; mereka membutuhkan inisiasi kegelapan sebelum pembungaan dapat dimulai.[3] Cahaya malam hari alami, seperti cahaya bulan atau petir, bukan merupakan kecerahan atau durasi yang cukup untuk mengganggu terjadinya pembungaan.[3] Secara umum, tanaman hari pendek berbunga pada kondisi panjang hari yang lebih pendek (dan malam tumbuh lebih panjang) setelah 21 Juni di belahan bumi utara, selama musim panas atau musim gugur.[3]

b.       Tumbuhan hari panjang, tumbuhan yang berbunga jika terkena pen
yinaran lebih dari 12 jam (14 – 16 jam) sehari. Tumbuhan hari panjang, contohnya kembang sepatu, bit gula, selada, dan tembakau. Tanaman hari panjang adalah tanaman yang pembungaannya dipengaruhi oleh panjang hari yang lebih panjang daripada panjang hari minimum kritis dengan dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lainnya. Tanaman ini biasanya berbunga di belahan bumi utara selama akhir musim semi atau awal musim panas sebagai masa dengan panjang hari yang lebih panjang.
c.        Tumbuhan hari sedang, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran kira-kira 12 jam sehari. Tumbuhan hari sedang contohnya kacang dan tebu
d.       Tumbuhan hari netral, tumbuhan yang tidak responsif terhadap panjang hari untuk pembungaannya. Tumbuhan hari netral contohnya mentimun, padi, wortel liar, dan kapas.      Tanaman hari netral adalah tanaman yang pembungaannya tidak peka terhadap fotoperiodisme tetapi lebih dipengaruhi oleh faktor usia.[4] Umumnya bunga muncul setelah tanaman mencapai umur atau ukuran tertentu.

Panjang hari disini bukan panjang hari secara mutlak, tetapi panjang hari kritis. Tumbuhan hari panjang (LDP) mungkin memiliki panjang hari kritis lebih pendek dari tumbuhan hari pendek (SDP). Dinyatakan bahwa tumbuhan hari panjang akan berbunga apabila memperoleh induksi penyinaran yang sama atau lebih dari panjang harin kritisnya dan sebaliknya tumbuhan hari pendek akan berbunga, apabila memperoleh penyinaran sama atau lebih pendek dari panjang hari kritisnya. Terkait dengan fase perkembangan tumbuhan tersebut maka pembungaan berkaitan pula dengan umur. Diperlukan umur minimal agar bunga responsif terhadap Fotoperiodisme. Sebagai contoh: Kedelai setelah umur 6 minggu, Tembakau ditandai munculnya 5-6 daun, Pinus setelah berumur 5 tahun. Tahapan tersebut dikatakan sebagai fase juwana, sebagai tahap vegetatif dasar (Basic Vegetatif Phase, BVP) apabila BVP terpenuhi maka tanaman memasuki tahap induksi fotoperiode (Photoperiod Induced Phase, PIP).
Pada tahun 1940-an peneliti menemukan bahwa sesungguhnya panjang malam atau panjang kegelapan tanpa selingan cahaya atau niktoperiode, dan bukan panjang siang hari, yang mengotrol perbungaan dan respons lainnya terhadap fotoperiode. Banyak peneliti  bekerja dengan cocklebur, yaitu suatu tumbuhan hari pendek yang berbunga hanya ketika panjang siang hari 16 jam ata lebih pendek (dan panjangnya malam paling tidak 8 jam). Jika siang hari fotoperiode diselang dengan pemberian kegelapan yang singkat, tidak ada pengaruh pada perbungaan. Namun, jika bagian malam atau periode gelap dari fotoperiode disela dengan beberapa menit penerangan cahaya redup, tumbuhan tersebut tidak akan berbunga. Coklebur memerlukan paling tidak 8 jam kegelapan secar terus menerus supaya dapat berbunga. Tumbuhan hari pendek sesungguhnya adalah tumbuhan malam panjang, tetapi istilah yang lebih kuno tersebut tertanam kuat dalam jargon fisiologi tumbuhan. Tumbuhan hari panjang sesungguhnya tumbuhan malam pendek, apabila ditanam pada fotoperiode malam panjang yang biasanya tidak menginduksi perbungaan, tumbuhan hari panjang akan berbunga jika periode kegelapan terus menerus diperpendek selama beberapa menit dengan pemberian cahaya.
Dengan demikian, respon fotoperiode tergantung pada suatu panjang malam kritis. Tumbuhan hari pendek akan berbunga jika durasi malam hari lebih lama di banding dengan panjang kritis (8 jam untuk cocklebur), tumbuhan hari panjang akan berbunga ketika malam hari lebih pendek dibanding dengan panjang malam kritis. Industri penanaman bunga telah menerapkan pengatahuan ini untuk menghasilkan bunga diluar musimnya. Chrythemum misalnya adalah tumbuhan hari pendek yang biasanya berbunga pada musim gugur, tetapi perbungaannya dapat ditunda sampai hari ibu (amerika serikat, red) pada bulan mei dengan cara menyelang setiap malam panjang dengan seberkas cahaya, yang mengubah satu malam panjang menjadi malam pendek.
Pada banyak spesies tumbuhan hari pendek atau tumbuhan hari panjang, perbungaan cukup diinduksi dengan memaparkan sebuah daun tunggal terhadap fotoperiode yang tepat.Meskipun hanya satu daun dibiarkan bertaut pada tumbuhan, fotoperiode akan tetap terdeteksi dan tunas bunga akan diinduksi. Namun, jika semua daun dibuang, tumbuhan akan buta terhadap fotoperiode. Transmisi meristem dari pertumbuhan vegetatif  sampai ke perbungaan. Apapun kombinasi petunjuk lingkungan (seperti fotoperiode) dan sinyal internal (seperti hormon) yang diperlukan untuk perbungaan, hasilnya adalah transmisi meristem tunas dari keadaan vegetatif menjadi satu keadaan perbungaan.Transmisi ini memerlukan perubahan ekspresi gen-gen yang mengatur pembentukan pola. Gen identitas meristem yang menentukan bahwa tunas akan membentuk bunga terlebih dahulu dan bukan membentuk tunas vegetatif, harus diaktifkan (di-on-kan) terlebih dahulu. Kemudian gen identitas organ-organ bunga kelopak bunga, mahkota bunga, benang sari dan putik diaktifkan pada daerah meristem yang tepat. Penelitian mengenai perkembangan bunga sedang berkembang pesat, yang bertujuan untuk mengidentifikasi jalur transduksi sinyal yang menghubungkan petunjuk-petunjuk seperti fotoperiode dan perubahan hormonal dengan ekspresi gen yang diperlukan untuk perbungaan.




C.    Induksi Fotoperiodisme
               Induksi fotoperiodisme sangat penting dalam perbungaan atau lebih tepat disebut induksi panjang malam kritisnya. Respon tumbuhan terhadap induksi fotoperioda sangat bervariasi, ada tumbuhan untuk perbungaannya cukup memperoleh induksi dari fotoperioda satu kali saja, tetapi tumbuhan lain memerlukan induksi lebih dari satu kali. Xanthium strumarium untuk perbungaannya memerlukan 8 x induksi fotoperioda yang harus berjalan terus menerus. Apabila tanaman ini sebelum memperoleh induksi lengkap, mendapat gangguan atau terputus induksi fotoperiodanya, maka tanaman itu tidak akan berbunga. Kekurangan induksi fotoperioda tidak dapat ditambahkan demikian saja, karena efek fotoperioda yang telah diterima sebelumnya akan menjadi hilang. Untuk memperoleh induksi lengkap, tanaman tersebut harus mengulangnya dari awal kembali.
            Di dalam menerima rangsangan fotoperioda ini, organ daun diketahui sebagai organ penerima rangsangan. Ada 4 tahap yang terjadi dalam resepon perbungaan terhadap rangsangan fotoperioda, pertama menerima rangsangan, kedua transformasidari organ penerima rangsangan menjadi beberapa polametabolisme baru yang berkaitan dengan penyediaan bahan untuk perbungaan, ketiga pengangkuatan hasil metabolisme dan keempat terjadinya respon pada titik tumbuh untuk menghasilkan perbungaan.
            Beberapa percobaan dalam hubungan dengan rangsangan ini, menunjukkan bahwa apabila daun dibuang segera setelah induksi selesai, tidak akan terjadi perbungaan , sedangkan apabila daun dibuang setelah beberapa jam sehabis selesai induksi, tumbuhan tersebut dapat berbunga. Rangsangan yang diterima oleh satu tumbuhan dapat diteruskan pada tumbuhan lain yang tidak memperoleh induksi, melalui cara tempelan (grafting) sehingga tumbuhan tersebut dapat berbunga.

D.    Peran  Fitokrom dalam Fotoperiodisme
Fitokrom adalah reseptor cahaya, suatu pigmen yang digunakan oleh tumbuhan untuk mencerap (mendeteksi) cahaya. Sebagai sensor, ia terangsang oleh cahaya merah dan infra merah, cahaya infra merah memiliki panjang gelombang yang lebih besar dari pada cahaya merah. Fitokrom ditemukan pada semua tumbuhan. Molekul yang serupa juga ditemukan pada bakteri. Tumbuhan menggunakan fitokrom untuk mengatur beberapa aspek fisiologi adaptasi terhadap lingkungan, seperti fotoperiodisme (pengaturan saat berbunga pada tumbuhan), perkecambahan, pemanjangan dan pertumbuhan kecambah (khususnya pada dikotil), morfologi daun, pemanjangan ruas batang, serta pembuatan (sintesis) klorofil. Secara struktur kimia, bagian sensor fitokrom adalah suatu kromofor dari kelompok bilin (jadi disebut fitokromobilin), yang masih sekeluarga dengan klorofil atau hemoglobin (kesemuanya memiliki kerangka heme). Kromofor ini dilindungi atau diikat oleh apoprotein, yang juga berpengaruh terhadap kinerja bagian sensor. Kromofor dan apoprotein inilah yang bersama-sama disebut sebagai fitokrom.
Penelitian rintisan terhadap pengaruh cahaya merah dan merah jauh terhadap pertumbuhan tumbuhan antara 1940-1960 dilakukan oleh Sterling Hendricks dan Harry Borthwick dari Pusat Penelitian Pertanian Beltsville di Maryland, dengan menggunakan spektrograf dari bahan-bahan sisa Perang Dunia Kedua. Dari hasilnya diketahui bahwa cahaya merah memacu perkecambahan dan memicu tanggap untuk pembungaan. Lebih lanjut, cahaya merah jauh berpengaruh sebaliknya terhadap pengaruh cahaya merah. Penelitian lanjutan menunjukkan bahwa bagian yang peka terhadap rangsang cahaya ini berada di daun.

Mekanisme kerja fitokrom
Banyak hipotesis diketemukan tentang mekanisme kerja dari fitokrom. Salah satunya menyatakan kerja biologi pada mekanisme kerja fitokrom ini terjadi setelah terbentuknya Pfr(phytocrome infra red).
        merah
Pr <=============> Pfr --------------- > kerja biologi

                          merah jauh
            Sumber fitokrom dapat diperoleh dari biji-biji yang etiolasi, sedangkan pada jaringan normal hanya sedikit. Pada beberapa jaringan, perubahan Pr dan Pfr tidak selalu diikuti dengan terjadinya respon morfogenetik. Perubahan Pr <-------> Pfr prosesnya tidak sederhana seperti ditunjukkan di atas. Pengukuran dengan spektrofotometer menunjukkan bahwa Pfr mungkin dipecah oleh cahaya merah jauh, tidak menunjukkan hubungan secara kuantitatif dengan hilangnya Pfr. Diduga mungkin Pfr berubah menjadi suatu derivat yang secara fotokimia tidak aktif.
                       Tidak aktif
                               x


Pr <=======> Pfr---------> Pfr x-------------> kerja biologi
                  Merah
                    Jauh
                                         Dirombak
            Selain mengatur pembungaan, siklus pertukaran Pr                Pfr kini juga diketahui mengatur fungsi pertumbuhan yang lain. Siklus ini misalnya merangsang perkecambahan biji benih dan memperlambat pamanjangan batang. Keadaan Pfr dengan jelas menunjukkan kepada biji bahwa terdapat cahaya matahari dan keadaanya sesuai bagi perkecambahan. Setelah perkecambahan, keadaan Pr menandakan bahwa pemanjangan batang perlu terjadi untuk memungkinkan tumbuhan menerima cahaya matahari. Anak benih yang ditanam dalam keadaan gelap akan mengetiolat, yaitu batangnya bertambah panjang dan daunnya juga tetap kecil. Sebaiknya anak benih dibukakan terhadap cahaya matahari dan Pr ditukarkan kepada Pfr. Anak benih mulai tumbuh secara normal daunnya bertambah besar dan batangnya bercabang.

E.        Mekanisme Pembungaan
Mengingat ketergantungan tumbuhan hijau terhadap cahaya, tidaklah mengherankan jika cahaya merupakan perangsang luar yang paling utama dalam hidup tumbuhan.Beberapa respon tumbuhan terhadap cahaya telah disebutkan.Misalnya, respon phototropic yang efeknya timbul melalui auksin. Respon ini akan membawa organ- organ fotosintetik dalam posisi optimum relative terhadap datangnya cahaya. Respon terhadap cahaya yang lain, misalnya membuka dan menutupnya sel pelindung dan respon cahaya dalam sintesa klorofil dari tumbuhan berbunga. Kebanyakan respon tumbuhan terhadap cahaya, adalah merupakan respon perkembangan dan tidak mempunyai arti penting dalam metabolisme. Intensitas cahaya, qualitas cahaya, dan panjangnya penyinaran, juga dapat menimbulkan respon perkembangan pada tumbuhan.
1.        Intensitas Cahaya
Beberapa respon tumbuhan terhadap intensitas cahaya yang berbeda-beda adalah dilakukan melalui auksin, dan efeknya timbul karena berkurangnya efektivitas auksin pada keadaan cahaya yang terik. Sebagai contoh, tumbuhan yang tumbuh dalam gelap atau cahaya yang lemah akan mempunyai batang yang panjang dengan ruas yang lebih panjang dan lebih besar dari tumbuhan yang mendapat cahaya terang. Demikian juga, dalam suatu tanaman dauan yang terluar yang mendapat cahaya matahari penuh tinggal lebih kecil dari pada daun sebelah dalam yang terlindung.Tumbuhan tembakau kadang- kadang dilindungi dari cahaya terik dengan jaring untuk mendapatkan daun yang lebar.
Bila tumbuhan berada lama dalam cahaya yang lemah, tumbuhan akan mengalami etiolasi, yakni batangnya menjadi sangat panjang tanpa jaringan serabut penyongkong yang cukup. Jika intensitas cahaya tidak naik kemtian akan terjadi. Sebaliknya, penyinaran yang berlebihan akan menimbulkan tumbuhan yang kerdil dengan perkembangan yang abnormal yang akhirnya berakhir dengan kematian.
Tumbuhan memerlukan intensitas cahaya yang tertentu yang berbeda dari satu spesies dengan spesies tumbuhan yang lain, untuk tumbuh dengan baik. Tumbuhan tertentu seperti tomat, dan rumput- rumputan memerlukan cahaya matahari langsung dan terang untuk perkembangan yang optimal. Pada tumbuhan itu, sintesa dari zat- zat hidup meningkatnya berbanding lurus dengan meningkatnya intensitas cahaya(sampai suatu batas tertentu). Sebaliknya tumbuhan lain seperti bangsa perdu tumbuh secara optimal pada intensitas cahaya yang lebih rendah dan tumbuh kerdil jika terkena cahaya matahari langsung terus- menerus. Sedang tumbuhan lain seperti mawar tumbuh baik, baik pada cahaya terik maupun cahaya dengan intensitas yang lebih rendah walaupun pertumbuhan dan berbunganya bisa dihambat atau berhenti jika intensitas cahaya terlalu rendah.
2.      Kualitas cahaya
Pada intensitas cahaya yang tertentu, panjang gelombang cahaya yang berbeda menimbulkan efek yang besar pada perkembangan tumbuhan.Sebagai contoh telah ditunjukkan bahwa penyinaran pendek dengan cahaya merah sering menghambat perpanjangan batang pada tumbuhan seperti kacang dan padi- padian.Tetapi penghambatan ini bisa dikembalikan ke normal dan pertumbuhan batang bisa dipacu dengan penyinaran “Farred” dari spectrum cahaya.Pada daun, penyinaran dengan cahaya merah dan far red menghasilkan efek yang berlawanan; cahaya infra merah menghambat perkembangan daun, sinar merah memperbaiki pengahambatan itu.
3.      Panjangnya penyinaran
Respon perkembangan tumbuhan terhadap bermacam- macam lama penyinaran disebut photoperidositas. Perkembangan bunga tertutama sangat dipengaruhi oleh panjang hari yang berbeda atau photoperiode.Berdasarkan photoperiode yang diperlukan untuk berbunga, dapat dibedakan menjadi 3 jenis tumbuhan.Dalam tumbuhan hari pendek (short day plant) bunga berkembang jika tumbuhan mendapatkan penyinaran kurang dari 12 jam perhari. Aster, strawberry, krisan, padi adalah diantara tumbuhan yang termasuk dalam jenis ini.
Pada tumbuhan hari panjang berkembang hanya jika photoperiode tiap hari adalah lebih dari 12 jam.Sebagai contohnya, termasuk gandum, clover, wortel, dan selada.Group yang ketiga tidak dipengaruhi oleh lama penyinaran.Group yang termasuk dalam tumbuhan de minate menghasilkan bunga tanpa memandang lama penyinaran matahari setiap hari.Tumbuhan yang termasuk adalah tomat, mentimun, kapas, dan bunga matahari.
Tumbuhan hari pendek gagal berbunga atau berbunganya dihambat daan sangat berkurang jika mendapat lama penyinaran matahari yang panjang. Sebaliknya tumbuhan hari panjang lambat berbunga atau tidak berbunga sama sekali jika mendapat penyinaran yang pendek. Seringkali penyinaran yang singkat pada panjang penyinaran yang sesuai diperlukan untuk mendorong tumbuhan itu berbunga.Dalam hal ini spesies yang berbeda menunjukkan kebutuhan yang berbeda.


BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Fotoperodisme adalah respon tumbuhan terhadap lamanya penyinaran atau  panjang pendeknya hari yang dapat merangsang pembungaan. Berdasarkan panjang hari, tumbuhan dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu: Tumbuhan hari pendek, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran kurang dari 12 jam sehari. Tumbuhan hari pendek contohnya krisan, jagung, kedelai, anggrek, dan bunga matahari. Tumbuhan hari panjang, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran lebih dari 12 jam (14 – 16 jam) sehari. Tumbuhan hari panjang, contohnya kembang sepatu, bit gula, selada, dan tembaku.  Tumbuhan hari sedang, tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran kira-kira 12 jam sehari. Tumbuhan hari sedang contohnya kacang dan tebu. Tumbuhan hari netral, tumbuhan yang tidak responsif terhadap panjang hari untuk pembungaannya. Tumbuhan hari netral contohnya mentimun, padi, wortel liar, dan kapas
Fitokrom merupakan reseptor cahaya, suatu pigmen yang digunakan oleh tumbuhan untuk mencerap (mendeteksi) cahaya. Tumbuhan menggunakan fitokrom untuk mengatur beberapa aspek fisiologi adaptasi terhadap lingkungan, seperti fotoperiodisme (pengaturan saat berbunga pada tumbuhan), perkecambahan, pemanjangan dan pertumbuhan kecambah (khususnya pada dikotil), morfologi daun, pemanjangan ruas batang, serta pembuatan (sintesis) klorofil. Secara struktur kimia, bagian sensor fitokrom adalah suatu kromofor dari kelompok bilin (jadi disebut fitokromobilin), yang masih sekeluarga dengan klorofil atau hemoglobin (kesemuanya memiliki kerangka heme).


DAFTAR PUSTAKA


Campbell. 2003. Biologi edisi ke-5. Penerbit. Jakarta : Erlangga

Dwijoseputro, D.,1978. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta :
 PT Gramedia

Sasmitamihardja, dkk.1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : Departemen Pendidikan.  dan Kebudayaan, FMIPA-ITB,



Tidak ada komentar:

Posting Komentar